Tagar #BijakBersosmed menjadi bentuk aspirasi warganet dalam menyampaikan pendapat setelah MUI mengeluarkan fatwa mengenai bermuamalah melalui sosial media.

Banyaknya orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam membuat dan menyebarkan kebencian melaui sosial media membuat berbagai lini masyarakat resah. Dari berbagai status palsu (hoax) atau artikel yang menyebarkan kebencian, banyak masyarakat yang terpancing dan mengikuti kebencian tersebut sehingga menimbulkan perselisihan antar individu atau pun kelompok.

Pemerintah pun turut berandil alih dalam masalah penyebaran berita palsu atau artikel semacam itu. Kementerian Komunikasi dan Informasi pun menyarankan untuk setiap pengguna sosial media untuk bijak dalam menyebarkan atau pun membuat konten tertentu. Tidak hanya Kementrian Komunikasi dan Informasi saja bahkan MUI mengeluarkan fatwa mengenai bersosial media beberapa hari lalu. Hal ini pun membuat warganet meramaikan cuitan dengan tagar #BijakBersosmed di Twitter untuk menyampaikan pendapat mereka.

#BijakBersosmed Bentuk Aspirasi Warganet Mengenai Fatwa MUI tentang Bersosial Media

Setelah dikeluarkannya fatwa MUI mengenai hukum dan pedoman bersosial media pada 5 Juni 2017 lalu, membuat dunia Twitter ramai dengan cuitan-cuitan warganet yang ingin menyampaikan aspirasi mereka.

Seperti akun resmi Kementrian Pendidikan dan Budaya, @Kemdikbud_RI menyampaikan ajakan untuk menggunakan sosial media, “ #SahabatDikbud, yuk kita bijak dalam menggunanakan media sosial. Gunakan medsos untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat J #Bijakbersosmed.”

Tidak hanya itu, akun lain seperti dari Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anis Baswedan dalam akunnya @aniesbaswedan, “Membaca buku kisah kakek, sebuah pengingat bahwa cuitan di sosmed hari ini akan terekam dan dibaca oleh anak cucu kelak. #BijakBersosmed”

Adapun ajakan menggunakan sosial media dalam akun warganet @SinjiaK, “Manfaatkan sosial media sebagai alat pemersatu bangsa bukan pemecah belah #BijakBersosmed”

Fatwa MUI Mengenai Bermuamalah Melalui Sosial Media

Fatwa MUI mengenai hukum dan pedoman dalam menggunakan sosial media dibacakan oleh Sekretaris Fatwa MUI, Asrorun Ni’am pada 7 Juni 2017. Bermuamalah yang dimaksudkan dalam fatwa tersebut adalah proses interaksi antar idividu atau kelompok yang terkait dengan hubungan minannas (hubungan antar sesama manusia) meliputi pembuatan (produksi), penyebaran (distribusi), akses (konsumsi), dan penggunaan informasi dan komunikasi.

Fatwa ini merupakan dasar pemikiran dari ulama, pemerintah dan masyarakat luas dalam menyikapi penyebaran berita palsu atau artikel yang dapat menyebabkan permusuhan. Berdasarkan pernyataan dari Sekretaris Fatwa MUI, Asrorun Ni’am menyatakan, “dilatarbelakangi oleh media digital yang memiliki nilai pemanfaatan untuk kepentingan silaturahmi, kehidupan bersosial dan pendidikan. Akan tetapi disisi lain di sisi lain memicu keresahan sosial, pelanggaran hukum dan disharmonisasi antar sesama dan kestabilan nasional”

Dalam fatwa MUI mengenai bermuamalah melalui sosial media mencangkup lima point yang harus diperhatikan oleh penngguna sosial media. Berikut point-point dari Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017:

  • Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
  • Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
  • Menyebarkan berita hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
  • Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.
  • Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

#BijakBersosmed akan terealisasi jika setiap individu atau kelompok melakukan point-point tersebut. Inti pokoknya adalah sebagai pengguna sosial media harus dimulai dari diri sendiri untuk menyerap atau menerima dan menyebarkan informasi yang benar. Sebelum menyebarkan informasi, sebagai netter (pengguna internet) harus melakukan pembenaran terlebih dahulu (tabayyun). Bertabayyun ini menurut MUI harus dilakukan secara tertutup kepada pihak terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik ( seperti melalui grub sosial media) yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut beredar ke luar ranah publik.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *